Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
KONTAN.CO.ID -Popularitas Holcim sebagai merek semen sudah cukup kesohor di telinga masyarakat Indonesia. Maklum, merek semen ini sudah beredar di pasaran Indonesia sejak diluncurkan tahun 2006 lalu. Apalagi, Holcim adalah jelmaan dari merek Semen Cibinong. Kalangan kontraktor properti dan infrastruktur sangat dekat dengan produk Holcim.
Nah, setelah 13 tahun mengisi pasar semen nasional, Holcim kembali berganti merek. Pada September 2019, Holcim resmi menyandang merekbaru dengan nama Dynamix. Perubahan nama itu diperkenalkan oleh manajemen PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SBI) selaku produsen semen Dynamix.
Tentu, perubahan nama itu bukan tanpa dasar. Pada Februari 2019 lalu, PT Semen Indonesia (Persero) Tbk mengakuisisi 6.179.612.820 lembar saham atau setara 80,6% kepemilikan saham Lafarge Holcim di PT Holcim Indonesia Tbk. Total nilai transaksi akuisisi saham itu mencapai US$ 917 juta atau setara Rp 12,9 triliun.
Asal Anda tahu, PT Semen Indonesia merupakan induk atau holding dari empat perusahaan semen milik negara (BUMN) di Indonesia dan satu perusahaan serupa di luar negeri. Lima perusahaan tersebut, yakni PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Semen Gresik, PT Solusi Bangun Indonesia, dan Tanglong Cement di Vietnam yang telah dikuasai.
Imbas dari akuisisi tersebut, PT Holcim Indonesia Tbk resmi berganti berganti nama menjadi Solusi Bangun Indonesia. "Sebagai bagian dari proses integrasi dalam Semen Indonesia Group, SBI melakukan penggantian merek produk dari Holcim ke Dynamix," kata Aulia Mulki Oemar, Presiden Direktur Solusi Bangun Indonesia.
Aulia menambahkan, penggantian merek merupakan bagian dari proses transformasi perusahaan. Perubahan ini diharapkan mampu membawa efek positif bagi perusahaan. Paling tidak, lanjut Aulia, strategi ini akan memberikan nilai tambah sesuai dengan kebutuhan pelanggan serta inovasi bahan bangunan yang berorientasi pada masa depan.
Transisi bertahap
Karena itu, pergantian merek Dynamix tak dilakukan SBI dalam waktu singkat. Proses persiapan sudah dimulai sejak SBI bergabung dengan Semen Indonesia. Penggantian merek Holcim diawali dengan menyusun strategi brand, analisa risiko dan proses implementasinya.
Dalam prosesnya, SBI juga melakukan riset pasar kepada pelanggan. Alhasil, didapatkan merek yang mudah diingat dan sesuai dengan positioning yang diharapkan. "Merek pengganti Holcim disesuaikan dengan kriteria tertentu untuk mempertahankan pelanggan setia yang sudah mengenal citra Holcim selama ini," papar Aulia.
Dus, kata Aulia, pergantian merek Holcim akan dilakukan SBI secara bertahap. Salah satunya melalui masa transisi dengan menggunakan dua kemasan yang berbeda di dalam satu waktu, yaitu Holcim dan Dynamix. Jadi, sekalipun telah mengganti merek produk, SBI tidak serta merta menarik produk Holcim dari pasaran.
Semen Holcim yang sudah diproduksi, masih tetap dipasarkan berdampingan dengan Dynamix sampai periode tertentu. Tujuannya, agar transisi perubahan merek baru berjalan lancar. Manajemen SBI masih diberikan tenggat waktu hingga akhir tahun 2019 untuk memakai brand Holcim.
Untuk itu, SBI akan memperkenalkanmerek Dynamix secara masif. Agung Wiharto, Direktur sekaligus Sekretaris Perusahaan SBI mengungkapkan, pihaknya akan terus menggenjot promosi merek Dynamix. Promosi itu dilakukan secara internal maupun eksternal.
Promosi secara internal dilakukan dengan memperkenalkan merek Dynamix kepada seluruh pegawai perusahaan yang melantai di bursa dengan kode SMCB ini. Promosi juga menyangkut sosialisasi alasan dan latar belakang mengapa merek Holcim diubah manajemen menjadi Dynamix.
Dengan adanya pengenalan di lingkup internal, Agung berharap, pegawai SMCB mampu mengenalkan merek Dynamix kepada orang terdekat dan lingkungan di sekitarnya. "Selain itu, harapannya pegawai kami dapat ikut menyebarluaskan ini melalui akun-akun sosial media mereka," ujar Agung.
Sementara, promosi ke pihak eksternal dilakukan dengan menggelar roadshow ke sejumlah kota-kota besar di Indonesia. Event ini dilakukan SBI dengan mengundang ratusan pemilik toko dan pedagang ritel material bangunan. Selain itu, SBI turun langsung menyosialisasikan semen Dynamix kepada distributor, tukang, mandor dan kontraktor bangunan.
Beberapa kota yang telah disambangi SBI, antara lain, Bogor, Yogyakarta, dan Surakarta. Ke depan, manajemen SBI berencana menggelar roadshow di kota besar lainnya seperti Jakarta, Bandung, Tasikmalaya, Semarang, Surabaya, Denpasar, hingga Kupang.
Selain lewat metode promosi langsung ke lapangan, SBI berpromosi lewat media-media mainstream seperti memasang iklan di televisi, radio, maupun media digital. Contohnya, iklan semen Dynamix di media televisi saat ini mengusung tagline Holcim kini berubah menjadi Dynamix. Sayangnya, Agung enggan membeberkan biaya promosi merek baru ini. "Yang terpenting kami iklankan secara rutin sehingga impact-nya cukup," katanya.
Dari rugi jadi untung
Dari sisi kualitas produk, Aulia menimpali, SBI selalu berkomitmen memberikan yang terbaik bagi para pelanggan. "Semua keunggulan produk yang sudah teruji dan terdapat pada semen Holcim juga akan terdapat pada Dynamix. Secara kualitas, Dynamix sama dengan produk Holcim," janji Aulia.
Sejatinya, manajemen SBI memang harus mempertahankan kualitas semen produksinya. Pasalnya, selama ini Holcim dikenal sebagai perusahaan semen terbesar ketiga di Indonesia. Holcim memiliki empat pabrik semen dengan kapasitas sekitar 14,8 juta ton per tahun dan 30 fasilitas ready-mix.
Sejak diperkenalkan ke pasaran, distribusi produk Dynamix sudah menyebar di Pulau Jawa dan akan terus bergulir ke wilayah lain di Indonesia. Untuk memudahkan pelanggan dalam mencari produk Dynamix, manajemen SBI telah membuat call center dan informasi melalui website perusahaan.
Strategi ini pun membuahkan hasil. Di tengah menurunnya konsumen semen nasional, SBI masih mampu mencetak kinerja yang ciamik. Berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia, konsumsi semen nasional hingga kuartal III 2019 turun 2% secara tahunan alias year on year (yoy) menjadi 48,7 juta ton.
Namun, pada kuartal III 2019, SBI berhasil meraup pendapatan sebesar Rp 7,74 triliun. Angka ini naik sekitar 2,2% secara yoy. Dengan pendapatan sebesar itu, SBI berhasil mencetak laba. Selama sembilan bulan di tahun ini, laba bersih SBI mencapai Rp 134,12 miliar. Padahal, pada periode yang sama tahun 2018, SBI masih menanggung rugi sebesar Rp 630 miliar.
Untuk menggenjot kinerja ke depan, berencana memperluas jaringan pabrik semen di dalam negeri dan memperluas diversifikasi jenis produk yang ditawarkan. Selain itu, meningkatkan efisiensi, khususnya biaya distribusi dan bahan baku.
Untuk mencapai efisiensi, SBI akan memperkuat sinergi di berbagai bidang. SBI juga bakal memperkuat posisi bisnis ready mix dengan berbagai variasi produk dan solusi. "Sampai akhir tahun, kami berharap perubahan merek Holcim ke Dynamix mampu menjaga kinerja perusahaan," tandas Aulia.
Semoga saja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News