kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Program Andalan Jokowi Hadapi Tantangan Berat 2020


Jumat, 13 Desember 2019 / 15:31 WIB
Program Andalan Jokowi Hadapi Tantangan Berat 2020
ILUSTRASI. Foto areal suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (14/11/2019). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 mencapai 5,3 persen. ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Reporter: Havid Vebri | Editor: Havid Vebri

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pesta demokrasi di Tanah Air mencapai klimaks dengan dilantiknya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada Minggu (20/10).  Sepekan setelah dilantik, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun langsung membentuk susunan kabinet yang akan membantu melanjutkan periode kedua kepemimpinannya.

Dari postur kabinet tersebut, tim ekonomi menjadi salah satu sorotan utama banyak kalangan. Maklumlah, bidang ekonomi paling banyak membetot perhatian sepanjang kampanye Pemilihan Presiden 2019.

Selain itu, isu ekonomi juga menjadi hal paling krusial di tengah semakin menguatnya ancaman resesi ekonomi global sekarang ini. Di tengah tantangan perekonomian yang semakin berat, tentu tak ada waktu berleha-leha.

Nah, di periode kedua pemerintahannya, Jokowi sudah pun menyiapkan beberapa program prioritas di bidang ekonomi dengan nama Nawa Cita II. Jokowi bersama Maruf Amin akan menjadikan pembangunan sumber daya manusia (SDM) sebagai titik tekan dalam Nawa Cita II.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan, upaya peningkatan kualitas SDM saat ini menjadi salah satu fokus utama pemerintah dalam upaya mengangkat daya saing nasional, terutama dalam bidang ketenagakerjaan.

Saat ini Indonesia telah memasuki era awal bonus demografi. Angka dependency ratio sudah berada di bawah 1. Adapun dalam lima tahun ke depan, dependency ratio diprediksi sudah mendekati 0,5.

Artinya, akan ada lonjakan penduduk berusia produktif. Golongan usia 15 tahun sampai 64 tahun makin banyak. “Kita harus mengusahakan jumlah SDM produktif itu memiliki daya saing yang unggul, sehingga dapat meningkatkan performa ekonomi Indonesia, khususnya di sektor riil,” ujarnya.

Penguatan program pembangunan SDM ini guna menyongsong era Industri 4.0. Maka itu, dalam beberapa jenjang pendidikan khususnya pendidikan vokasi, muatan kurikulumnya sesuai kebutuhan industri.

“Pemerintah menyadari bahwa dengan sumber daya manusia yang memadai, peningkatan mutu barang juga akan terpenuhi. Hal ini akan berkontribusi pada pertumbuhan industri tanah air,” bebernya.

Ia pun mencontohkan, Malaysia yang lebih dipilih investor ketimbang Thailand karena memiliki ekosistem yang lebih maju dan kualitas SDM yang lebih unggul. Nah, mengingat pentingnya pembangunan SDM dalam menopang pertumbuhan ekonomi, maka dari sisi anggaran juga akan difokuskan untuk mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan SDM.

Misalnya, terus menjaga agar anggaran pendidikan dan kesehatan sesuai dengan amanat konstitusi. Menurut data Kementerian Keuangan, anggaran pendidikan naik 39% dari Rp 353 triliun (2014) menjadi Rp 492 triliun (2019). Dan, tetap menjaga porsinya sebesar 20% dari APBN – sesuai perintah UUD 1945.

Tentu bukan cuma pembangunan SDM, Jokowi-Maruf menyiapkan strategi untuk menggenjot kelahiran wirausaha baru di Indonesia. Sudah ada beberapa program yang mereka siapkan untuk itu. Pertama, memberikan dukungan lewat sektor keuangan, yakni melalui penurunan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi 7%, dari sebelumnya 22%.

Kedua, memaksimalkan peranan tenaga penyuluh lapangan (TPL) untuk mencetak wirausaha anyar pada sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Mereka akan memberikan pelatihan atau bimbingan teknis kewirausahaan, seperti produksi, bantuan modal, dan pendampingan. Berikutnya, melakukan revitalisasi sentra IKM dan implementasi program pembiayaan Ultra Mikro (UMi).

Dorong investasi

Sementara dari sisi makro, Jokowi juga akan fokus memperkuat struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing. Susi menuturkan, pemerintah akan terus meningkatkan peranan investasi sehingga mendorong usaha produktif.

Prasyarat tercapainya ekonomi yang produktif itu sudah Jokowi mulai, dengan gencar membangun infrastruktur selama empat tahun terakhir. Ditambah perizinan lebih mudah dan SDM yang lebih baik, bukan mustahil investor semakin tertarik masuk Indonesia.

Pemerintah sendiri masih akan fokus di bidang infrastruktur, terutama untuk infrastruktur di wilayah ibukota baru dan wilayah Indonesia bagian timur. “Pemerintah masih tetap fokus dalam pembangunan dan mengoptimalisasikan infrastruktur yang sudah ada,” ujarnya.

Berdasarkan RPJMN 2020–2024, infrastruktur yang akan dibangun oleh pemerintah akan berfokus pada tiga kerangka utama. Yaitu, infrastruktur pelayanan dasar, infrastruktur ekonomi, dan infrastruktur perkotaan, yang juga ditopang dengan pembangunan energi dan ketenagalistrikan, serta pelaksanaan transformasi digital.

Selain infrastruktur, pemerintah juga akan terus menjaga daya beli masyarakat. Dengan begitu, peluang masuknya investasi pun terus meningkat.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemkeu) Nufransa Wira Sakti mengatakan, selain lewat dukungan pembangunan infrastruktur, pemerintah akan terus mendorong pertumbuhan investasi yang tinggi melalui kebijakan fiskal, kuasi-fiskal, maupun kebijakan non-fiskal.

Melalui kebijakan fiskal yang pruden, pengelolaan APBN yang tepat sasaran, serta keberlanjutan reformasi struktural, pemerintah berupaya terus meningkatkan daya saing dan menjaga kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia, ujarnya.

Dari sisi fiskal, pemerintah mendukung investasi dalam bentuk penyediaan insentif perpajakan yang terukur seperti tax holiday dan tax allowance, insentif pajak super deduction dan insentif bagi UMKM.

“Semua itu bertujuan untuk menarik masuk minat investor sebesar-besarnya ke dalam negeri,” timpal Amir Hidayat, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (PKEM) Badan Kebijakan Fiskal Kemkeu.

Selain itu, pemerintah juga terus memacu investasi melalui penyederhanaan perizinan usaha dan deregulasi. Pemangkasan jalur birokrasi izin investasi dilakukan salah satunya melalui pendirian Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) serta penggunaan Online Single Submission (OSS). Penyederhanaan perizinan dan deregulasi tersebut juga merupakan bagian dari upaya reformasi birokrasi khususnya dalam hal perbaikan di sisi kelembagaan.

“Akselerasi infrastruktur dan penyederhanaan birokrasi yang konsisten menjadi faktor yang penting untuk mendorong persepsi investasi Indonesia,” ujar Nufransa.
Namun demikian, upaya mengejar pertumbuhan ekonomi itu tetap harus bisa menciptakan pemerataan ekonomi yang berkeadilan.

Ke depan, Jokowi juga bertekad menjadikan pemerataan ekonomi yang berkeadilan sebagai fokus utama pembangunan. Menurut Susi, pemerintah berkomitmen dalam mengimplementasikan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, berkualitas dan inklusif, yaitu dengan menitikberatkan kepada pembangunan ekonomi lokal. 

Salah satu yang akan dilakukan oleh pemerintah ke depan menyambung kawasan industri dan ekonomi khusus dengan meningkatkan koordinasi pusat dan daerah.  

Nufransa menambahkan, upaya mendorong pusat pertumbuhan di daerah juga dilakukan melalui penguatan kualitas desentralisasi fiskal melalui reformulasi Dana Alokasi Umum (DAU), refocusing Dana Transfer Khusus, Dana Insentif Daerah (DID), serta Dana Desa (DD).

Hal ini dilakukan tidak hanya untuk meningkatkan daya saing, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas layanan publik dan mengurangi kemiskinan serta kesenjangan.

Tantangan 2020

Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif CORE Indonesia, bilang, tantangan ekonomi 2020 masih sangat berat. Pasalnya, pengaruh resesi global terhadap ekonomi Indonesia masih akan terasa satu hingga dua tahun ke depan.

Mengatasi berbagai risiko itu memang tidak mudah. “Perlu banyak perjuangan baik dari segi politik keamanan, regulasi ekonomi, maupun dari implementasinya,” ujar Faisal.

Pendapat senada juga disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani. Menurutnya, kelesuan perekonomian global masih akan berlanjut hingga tahun depan, menyusul perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang belum juga mereda.

Kondisi itu bakal menghambat aliran modal asing masuk ke Indonesia. Ditambah masih banyaknya kendala investasi di Tanah Air, sehingga membuat iklim investasi belum kondusif. Antara lain masalah perizinan usaha, ketenagakerjaan, logistik, perpajakan, akses lahan, permodalan, energi, serta lemahnya daya beli.

“Semua itu akan memengaruhi investasi di Tanah Air,” katanya. Melihat kondisi tersebut, Apindo memperkirakan, pertumbuhan ekonomi tahun depan stabil di kisaran 4,85%-5,1%.

Ramalan lebih optimis datang dari Mandiri Sekuritas. Leo Putra Rinaldy, Chief Economist Mandiri Sekuritas, mengatakan, proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2020 stabil di kisaran 5,14%. Permintaan domestik, terutama investasi, akan menjadi pendorong utama laju pertumbuhan tahun depan.

Menurut dia, ada dua faktor pendukung yang mendorong pertumbuhan investasi Indonesia pada 2020. Pertama, kebijakan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) pada semester II-2019 yang mulai dirasakan dampak positifnya di tahun depan. Kedua, regulasi fiskal yang berorientasi pada kemudahan investasi.

Di tengah kondisi makro yang cenderung membaik itu diharapkan mampu mendorong masuknya investasi, termasuk investasi asing. Namun, menurutnya, investasi tersebut harus diprioritaskan pada sejumlah sektor strategis, seperti pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan sektor hilir yang berbasis komoditas.

“Revitalisasi sektor manufaktur terutama yang berbasis ekspor juga perlu dilakukan agar middle income trap dapat dihindari pada 2045,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×